Konsep Eco - Green Living

Eco - Green Living

Konsep yang diangkat untuk kawasan permukiman di sekitar kawasan industri di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak adalah Eco – Green Living. Eco yang biasa dipakai dalam konsep pembangunan kota sendiri, memiliki penjelasan tentang konsep yang menggabungkan prinsip pembangunan hijau (green building) dengan memanfaatkan teknologi informasi (ICT) untuk mengurangi dan menghilangkan dampak buruk terhadap lingkungan. Sederhananya, eco sangat berkaitan dengan kondisi ekologis pada sebuah permukiman, yaitu :
Sebuah permukiman ekologis sehat dimodelkan pada struktur mandiri tangguh dan fungsi ekosistem alami dan organism hidup.
·         Suatu entitas yang mencakup penduduknya dan dampak ekologi mereka.
·         Sebuah subsistem dari ekosistem yang merupakan bagian dari DAS tersebut, bioregion, dan planet ini.
·         Sebuah subsistem dari sistem ekonomi regional, nasional, dan dunia.
Eco sebagai ekosistem adalah sebuah lingkungan biologis yang terdiri dari semua organism hidup di daerah tertentu, serta semua yang tak hidup, komponen fisik dari lingkungan (seperti udara, tanah, air, dan sinar matahari) yang berinteraksi dengan organism. Dalam konsep tersebut juga terdapat sistem yang mengendalikan lingkungan agar tetap terjaga keseimbangannya antara lingkungan biotik dengan abiotik.
                Untuk Green yang selalu ada dibelakang eco merupakan penegasan untuk konsep yang diangkat. Dua kata tersebut saling terkait yang membentuk sebuah klausa kata tentang konsep pembangunan pada suatu kawasan, untuk hal ini pada kawasan permukiman di sekitar kawasan industri. Eco – Green saling berintegrasi, yaitu menserasikan pemanfaatan sumberdaya organik dengan kebutuhan akan pembangunan. Hal ini akan membuat kawasan perancangan tampak sejuk dan yang paling penting tetap menjaga kelestarian lingkungan yang hijau tanpa mengabaikan tujuan dari pembangunan permukiman.
                Sedangkan untuk Living sendiri memiliki arti tempat hidup manusia, tempat dimana mereka beraktivitas, dan tempat tersebut memiliki livelihood yang nyaman untuk penghuninya sendiri, yang dalam hal ini merupakan para pekerja industri. Green Living selain yang berhubungan dengan pembangunannya, yaitu dengan menerapkan cara untuk menghidupkan konsep eco pada seluruh elemen masyarakat dengan pelajaran ekologi dimana seluruh sistem benar – benar berupaya untuk membalikkan dampak negatif dari perubahan iklim, kepunahan spesies dan kehancuran biosfer.
                Maka jika digabungkan menjadi Eco – Green Living menjadi sebuah konsep kawasan permukiman yang memberikan visi praktis untuk keberadaan manusia yang berkelanjutan dan restoratif dan menunjukkan jalan menuju prestasi melalui pembangunan kawasan permukiman yang seimbang dengan sistem kehidupan. Serta pembangunan yang berorientasi pada lingkungan agar pada masa datang, kawasan permukiman tersebut dan penduduknya harus hidup selaras dengan lingkungan demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.




Penerapan Eco - Green Living


A.        Green Infrastructure
Merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk merubah cara pandang bahwa ruang terbuka hijau adalah komponen yang sama atau lebih jauh lebih penting bagi pengembangan kota atau wilayah,sebagaimana infrastruktur terbangun lainnya seperti infrastruktur jalan saluran air limbah,jaringan air minum,listrikb dsb. Merupakan penegasan bahwa ruang terbuka hijau sebagai infrastruktur seyogyanya menjadi titik tolak dalam menyusun rencana tata ruang ,yakni melalui penetapan lebih awal lokasi area atau kawasan yang perlu dilindungi sebelum menetapkan lokasi pengembangan area terbangun atau pembangunan infrastruktur. (pustaka.pu.go.id)
Prinsip-prinsip Green infrastructure adalah hemat energi, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pengembagan infrastruktur yang dijalankan berpedoman pada penyediaan infrastruktur hijau, aman, dan berorientasi kepada masyarakat. penanaman pohon dalam kegiatan pembangunan, preservasi, dan peningkatan jalan raya dengan tujuan untuk menekan emisi karbon panjang. Jalan baru ditanami pohon trembesi yang menurut kajian mampu menyerap karbondioksida cukup besar atau 28,4 dalam ton/pohon/tahun dibanding tanaman lain. Rumput Vetiver juga sangat baik untuk menahan erosi dangkal. Sistem jaringan/koridor hijau yang menghubungkan pusat-pusat hijau ( taman, kawasan lindung,dll) infrastruktur hijau ternyata tidak hanya mampu menjaga keseimbangan ekologi, tetapi bahkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial. Infrasruktur hijau mampu berperan juga sebagai kerangka yang mensejajarkan pembangunan dan konservasi (antroposentris dan ekosentris), serta perlu direncanakan sebelum pembangunan (Mark A. Benedict, Ph.D.,Edward T. McMahon, J.D. The Conservation Fund, 2001)
Infrastruktur hijau merupakan suatu jaringan yang saling berhubungan antara sungai, lahan basah, hutan, habitat kehidupan liar, dan daerah alami diwilayah perkotaan; jalur hijau, kawasan hijau, dan daerah konservasi; daerah pertanian, perkebunan dan berbagai jenis RTH lain, seperti taman-taman kota. Pengembangan Infrastruktur hijau dapat mendukung kehidupan warga, menjaga proses ekologis, berlanjutan sumberdaya air dan udara bersih, serta memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota.
RTH atau yang dikenal dengan Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan tanaman dan vegetasi dalam (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
B.        Green Transportation
Secara khusus transportasi berkelanjutan diartikan sebagai “upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya”. OECD (1994) juga mengeluarkan definisi yang sedikit berbeda yaitu: “Transportasi berkelanjutan merupakan suatu transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten dengan memperhatikan: (a) penggunaan sumberdaya terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya; dan (b) penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan.”
Upaya mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan upaya mencegah terjadinya perjalanan yang tidak perlu (unnecessary mobility) atau dengan penggunaan teknologi angkutan yang dapat mengurangi dampak lingkungan akibat kendaraan bermotor.Bentuk-bentuk yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah perjalanan yang tidak perlu dapat berupa pengembangan kawasan terpadu yang masuk kategori compact city seperti kawasan super-block, kawasan mix-used zone, maupun transit-oriented development. Selain itu, pengurangan jumlah perjalanan dapat dilakukan dengan melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management).
Transit Oriented Development (TOD). Transit Oriented Development adalah upaya revitalisasi kawasan lama atau kawasan terpadu baru yang berlokasi pada jalur-jalur transportasi utama seperti jalur KA, busway dll. dengan mengembangkan kawasan berfungsi campuran (mixed-use) antara fungsi hunian, komersial dan perkantoran.
Sebuah kawasan TOD umumnya memiliki pusat kawasan berupa stasiun kereta, metro, trem atau stasiun bus yang dikelilingi oleh blok-blok hunian, perkantoran atau komersial berkepadatan tinggi yang makin berkurang kepadatannya ke arah luar. Kawasan TOD umumnya memiliki radius 400-800m dari pusat terminal, yaitu dalam jarak yang masih dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
Selain sifatnya yang mixed used, kawasan TDM umumnya dicirikan oleh fasilitas pejalan kaki yang sangat nyaman, penyeberangan, jalan yang tidak terlalu lebar, gradasi kepadatan bangunan ke arah luar. Kawasan ini juga umumnya membatasi jumlah lahan parkir untuk kendaraan pribadi.
Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan beban transportasi yang ada ke dalam moda transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini dianggap merupakan penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan transportasi. Dengan demikian penerapan TDM juga diharapkan dapat menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu kota. Beberapa bentuk penerapan TDM yang mungkin dilakukan adalah:
·                Mendorong peningkatan okupansi kendaraan melalui kebijakan ride-sharing, three-in-one, car-pooling dan lain-lain.
·                Menyediakan sarana angkutan umum yang cepat, murah dan nyaman yang dapat menjangkau seluruh bagian kota.
·                Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantungan kepada kendaraan bermotor.
·                Menerapkan jam kerja yang lebih fleksibel atau penggeseran waktu kerja (staggering work hours) dan pemisahan waktu kerja dan sekolah untuk mengurangi beban lalulintas pada jam puncak.
·                Membatasi penggunaan kendaraan pribadi melalui penerapan pembatasan plat nomor kendaraan yang dapat dioperasikan pada kawasan atau waktu tertentu.
·                Menerapkan congestion pricing, pengenaan tarif parkir yang tinggi pada kawasan-kawasan CBD untuk memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi.
C.         Green Design Housing
1. Conserving energy ( hemat energi ) :
Mengoperasikan bangunan secara ideal yaitu dengan menggunakan sumber energi yang langka dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan kembali se-sedikit mungkin. Seperti : meminimkan penggunaan pencahayaan buatan dengan memaksimalkan pencahayaan alami dari sinar matahari dengan banyak bukaan pada bangunan. Dan mengurangi penggunaan penyejuk ruangan dengan memaksimalkan fungsi bukaan pada bangunan, dll.
2. Working with climate (memanfaatkan kondisi iklim dan alam lingkungan) :
Melalui pendekatan green design, bangunan beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim, dan lingkungan sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan. Misalnya dengan cara :
·         orientasi bangunan terhadap sinar matahari;
·         menggunakan jendela dan atap yang dapat dibuka-tutup untuk mendapatkan cahaya dan pengudaraan sesuai kebutuhan.
3. Respect for site (menanggapi tapak bangunan) :
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadaan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara :
desain bangunan dengan menggunakan tapak yang lama atau yang sudah ada.
menggunakan material yang tidak merusak lingkungan.
luas bangunan < luas lahan, hal ini dimaksud agar terdapat ruang terbuka hijau pada bangunan.
4. Respect for user (menanggapi pengguna bangunan) :
Pemakai dan  green design mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan arsitektur hijau harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
5. Limitting new resources (meminimalkan penggunaan sumber daya baru) :
Suatu bangunan seharusnya dirancang dengan mengoptimalkan material yang sudah ada (lama) dan meminimalkan penggunaan meterial baru.
Selain prinsip-prinsip mengenai eco-green design, terdapat konsep-konsep yang juga perlu dijadikan pertimbangan rancangan pembangunan, diantaranya :
1. Site Planning dan kulit bangunan :
Site planning (orientasi bangunan) berkaitan dengan pemilihan lokasi. Jika lahan menghadap ke barat, desain bangunan dapat direkayasa. Salah satunya dengan menerapkan second skin. Atau, jika ingin tampak depan bangunan minim bukaan karena menghadap ke arah barat, kulit bangunan atau dinding bangunan harus lebih tebal untuk mengurangi panas yang masuk. Atau, jika terdapat bukaan, dapat dibuat shading atau overstep atap, atau screen dengan roster atau tanaman di depannya.
2. Penghematan energi :
Ini juga berkaitan dengan kulit bangunan. Bangunan yang efisien tentu akan menggunakan energi yang lebih kecil. Bangunan dengan banyak bukaan akan lebih hemat energi daripada bangunan dengan penggunaan pendingin ruangan.
3. Konservasi air :
Lahan yang ada tidak seluruhnya digunakan sebagai "full" bangunan, akan lebih baik jika ada area atau daerah resapan air.
4. Kondisi udara dalam ruangan :
Ini berkaitan dengan masalah pencahayaan dan penghawaan. Pertimbangan penggunaan bukaan pada bangunan secara efisien yang difungsikan sebagai tempat masuknya sinar matahari sebagai pencahayaan alami dan udara.
5. Penggunaan material :
Gunakan material yang ramah lingkungan. Contoh, jangan menggunakan cat dengan pelarut yang mengandung VOC (volatile organic compound) karena berbahaya. Lebih baik menggunakan cat dengan pelarut water-based yang ramah lingkungan. Untuk renovasi, gunakan material dari bangunan lama yang kondisinya masih bagus.
6. Manajemen :
Memikirkan perencanaan rancangan bangunan sebaik mungkin agar menghindari terjadinya pembangunan ruangan-ruangan yang tidak terpakai secara efisien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar